Dalam Islam, bekerja merupakan kemuliaan. Berangkat pagi pulang petang dalam rangka mencari nafkah untuk keluarga merupakan jihadnya seorang muslim. Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya Allah mencintai hambanya yang bekerja. Barang siapa yang bersusah payah mencari nafkah untuk keluarganya, maka ia laksana seseorang yang bertempur di medan perang membela agama Allah." (HR. Ahmad).
Selain meningkatkan produktivitas, Islam juga mengajarkan agar terbiasa dengan pola dan budaya hidup hemat. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur'an Surat Al Furqon ayat 67, "Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian."
Berpijak dari ayat diatas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa budaya hemat memiliki aplikasi yang sejajar dengan perintah Allah. Oleh karena itu setiap muslim hendaknya memahami pentingnya meningkatkan budaya hemat dalam kehidupan sehari-hari.
Pertama, hemat sebagai upaya menyimpan kelebihan setelah kebutuhan primer terpenuhi. Rasulullah pernah berdiskusi dengan Jabir, "Mengapa engkau berlebih-lebihan?" Jabir menjawab, "Apakah didalam wudhu tidak boleh berlebih-lebihan?". Kemudian Rasulullah menjawab, "Ya, janganlah engkau berlebih-lebihan ketika wudhu meskipun engkau berada di sungai."
Kedua, hemat sebagai modal untuk kemaslahatan generasi setelah kita. Nasehat Rasulullah, "Sesungguhnya engkau meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik dari pada engkau meninggalkan mereka dalam keadaan miskin. Mereka menerima kecukupan dari orang lain. Mungkin orang lain memberinya atau mungkin menolaknya. Sesungguhnya tidaklah engkau memberikan nafkah dengan ikhlas karena Allah kecuali engkau akan mendapat pahala dariNya." (HR. Muttafaq'alaih).
Ketiga, hemat sebagai upaya pendekatan diri kepada Allah. Karena sikap hemat merupakan perintah Allah, maka jika terbiasa dengan pola hidup hemat, sebenarnya kita tengah melakukan pendekatan diri dan melaksanakan perintahNya.
Selain meningkatkan produktivitas, Islam juga mengajarkan agar terbiasa dengan pola dan budaya hidup hemat. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur'an Surat Al Furqon ayat 67, "Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian."
Berpijak dari ayat diatas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa budaya hemat memiliki aplikasi yang sejajar dengan perintah Allah. Oleh karena itu setiap muslim hendaknya memahami pentingnya meningkatkan budaya hemat dalam kehidupan sehari-hari.
Pertama, hemat sebagai upaya menyimpan kelebihan setelah kebutuhan primer terpenuhi. Rasulullah pernah berdiskusi dengan Jabir, "Mengapa engkau berlebih-lebihan?" Jabir menjawab, "Apakah didalam wudhu tidak boleh berlebih-lebihan?". Kemudian Rasulullah menjawab, "Ya, janganlah engkau berlebih-lebihan ketika wudhu meskipun engkau berada di sungai."
Kedua, hemat sebagai modal untuk kemaslahatan generasi setelah kita. Nasehat Rasulullah, "Sesungguhnya engkau meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik dari pada engkau meninggalkan mereka dalam keadaan miskin. Mereka menerima kecukupan dari orang lain. Mungkin orang lain memberinya atau mungkin menolaknya. Sesungguhnya tidaklah engkau memberikan nafkah dengan ikhlas karena Allah kecuali engkau akan mendapat pahala dariNya." (HR. Muttafaq'alaih).
Ketiga, hemat sebagai upaya pendekatan diri kepada Allah. Karena sikap hemat merupakan perintah Allah, maka jika terbiasa dengan pola hidup hemat, sebenarnya kita tengah melakukan pendekatan diri dan melaksanakan perintahNya.
Wednesday, January 09, 2013 | 0
comments | Read More